Lebih Dekat Dengan Bhante Jotidhammo

team pewawancara: Liem Tjwan Seng, Patto dan Jayadhammo


Bagi umat Buddha di daerah, khususnya Jawa Tengah, nama beliau mungkin sudah tidak asing lagi. Tetapi hal ini bukan berarti di Jakarta maupun di kota-kota besar lainnya tidak mengenal nama beliau, karena beliau memang sangat ramah dan dekat sekali dengan umatnya. Apalagi dengan jabatan sekarang sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Sangha Theravada Indonesia, nama beliau semakin dikenal banyak orang. Untuk tebih mengenal dekat dengan beliau, mari kita simak hasil wawancara Buddha Cakkhu berikut ini! —Redaksi


Dapatkah bhante menceritakan secara singkat riwayat hidup bhante?

Saya sejak kecil memang sudah mengenal agama Buddha, karena memang kedua orang tua saya beragama Buddha. Apalagi ayah saya adalah seorang aktivis di Vihara, yaitu di kota Tegal. Sehingga di dalam keaktifan ayah saya, sering sekali saya ikut serta. Itulah yang menimbulkan saya menjadi mengenal agama Buddha sedikit demi sedikit sampai saya dewasa, saya begitu yakin terhadap agama Buddha dan sampai sekarang hasilnya yang dapat saudara lihat.

Apa yang mendorong bhante untuk menjadi seorang Samana/Viharawan?

Setelah saya mengenal agama Buddha sedikit demi sedikit dan akhirnya saya memperoleh banyak pengalaman "Dhamma" dan apa yang telah saya alami dan ketahui itu saya baru menyadari bahwa itu semata-mata baru sampai batas pengetahuan, maka dari itulah saya ingin sekali untuk dapat mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan lebih mendalam —sehingga saya menjadi seorang bhikkhu— karena dengan menjadi seorang bhikkhu bukan berarti kita hanya sampai batas pengetahuan saja akan tetapi sampai batas pemahaman yang didapat dari pengalaman beragama Buddha —Praktek. Dari pengalaman itulah yang merupakan satu hal yang dapat menumbuhkan suatu keyakinan (Saddha).

Tetapi hal ini adalah pengalaman-pengalaman pribadi, karena masing-masing orang mempunyai pengalaman sendiri-sendiri. Jika seseorang mendapatkan pengalaman yang menarik —dalam pelaksanaan Sila, Samadhi, dan Pañña— maka ia memperoleh keyakinan dari hasil pengalaman itu —pengalaman beragama— khususnya agama Buddha.

Apakah tidak ada suatu halangan ketika bhante ingin menjadi seorang Viharawan/Bhikkhu?

Sebelum saya memasuki ke Perguruan Tinggi, orang tua saya mengharapkan supaya saya lebih memperhatikan dalam bidang Study (bidang pendidikan), sehingga sewaktu saya mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang Samanera pada waktu saya SMA, orang tua saya kurang mendukung bahkan boleh dikatakan tidak mengizinkan, alasan Beliau (orang tua —red) karena saya memang belum menyelesaikan Study saya ke Perguruan Tinggi.

Setelah saya selesai dari Perguruan Tinggi, baru setelah saya mohon untuk menjadi Samanera, orang tua saya akhirnya mengizinkan. Akhirnya saya mengikuti menjadi seorang samanera selama 3 bulan. Ini merupakan Pabbajja pertama. Tetapi selama tiga bulan saya lepas dahulu (lepas Jubah) —tidak menjadi Samanera lagi—red. Kemudian saya mencoba untuk bekerja terlebih dahulu. Selama bekerja 4 tahun kemudian saya  melanjutkan kembali cita-cita saya untuk menjadi seorang Bhikkhu.

Apa yang bhante rasakan selama ini sebagai seorang Viharawan?

Ada dua hal yang saya rasakan. Yang pertama saya merasakan senang bahwa dengan kehidupan Samana (bhikkhu) apa yang saya cita-citakan itu terwujud. Yaitu dapat melaksanakan, mendalami Dhamma-Vinaya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik ternyata saya berhasil. Tapi jelas hal ini belum sempurna dan saya tetap akan mengusahakan melaksanakan dengan baik, baik itu melalui ucapan, perbuatan maupun pikiran. Sebaliknya manfaat yang kedua yang diperoleh bagi umat yaitu saya dapat memberikan —menyampaikan— Dhamma —ajaran Sang Buddha— dengan baik untuk dapat dilaksanakan dan memberikan pandangan-pandangan benar terhadap umat tentang adanya kebenaran —Kesunyataan— yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha.

Dapatkah bhante menceritakan pengalaman dalam menyebarkan agama Buddha di tanah air?

(dengan ciri khusus senyumnya) bhante menjawab: Wah, .......saya belum ke seluruh tanah air nich, bagaimana saya dapat menceritakan.......?

Saya lebih banyak di Jawa Tengah. Tapi saya akan menceritakannya tentang pengalaman saya di Jawa Tengah. Umat di Jawa Tengah, mengenai keadaan dan Sosial Budaya sangat perlu diperhatikan, apalagi untuk yang di pelosok-pelosok pegunungan atau di desa-desa yang jarang sekali kedatangan seorang bhikkhu. Hal ini sangat jelas jauh sekali berbeda dengan kehidupan di kota, walaupun satu propinsi —Jawa Tengah— Salah satu contoh yang sangat saya perhatikan sekali adalah masalah pembinaan, pembabaran Dhamma, di sana sangat dibutuhkan sekali. Apalagi di sana umatnya lebih banyak. Dengan keaneka-ragaman keadaan itulah yang harus kita perhatikan —khususnya dalam pembinaan agama Buddha— oleh karena itu para bhikkhu ataupun para pembina dengan suka rela siap untuk berangkat sendiri di dalam memberikan pembinaan maupun pembabaran Dhamma. Kita semua tidak hanya menunggu untuk dijemput atau diundang. Kalau hal demikian kita menunggu maupun kita dijemput, jelas hal ini akan menambahkan beban bagi mereka semua —masyarakat setempat yang hidup di pelosok/di desa.

Oleh karena itu para bhikkhu ataupun para pembina dengan senang hati dan sukarela siap untuk berangkat sendiri di dalam melaksanakan pembinaan, memberikan Dhammadesana. Tidak menunggu...!

Jika perlu kita ke sana naik kendaraan umum atau jika memang tidak memungkinkan dijangkau atau dilalui kendaraan umum yah..... harus jalan kaki.

Bagaimana pandangan bhante terhadap perkembangan agama Buddha di Indonesia?

Perkembangan agama Buddha di Indonesia sudah sangat maju, karena menurut saya banyak juga kemajuan yang dilihat, antara lain yang ingin saya soroti adalah kemajuan kwalitas/mutu yang dicerminkan oleh umat dengan sikap.

Hal ini nampak sekali. Mudah-mudahan hal ini akan berlanjut terus dan meningkat.

Kalau dikaitkan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bagaimana bhante —agama Buddha— itu?

Agama Buddha sebenarnya sangat diperlukan, yaitu untuk mendampingi lanjutnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sebab peranan agama —khususnya agama Buddha— merupakan satu perbatasan daripada kehidupan kita sendiri. Hal ini untuk mencegah di dalam menikmati perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tidak menimbulkan bencana atau penderitaan. Oleh karena itu pandangan-pandangan agama diperlukan untuk pegangan hidup —mempraktekan dalam kehidupan sehari-hari— sesuai dengan norma-norma agama. Hal ini akan seiring dengan perkembangan zaman dan menjadikan suatu kesejahteraan keluarga maupun negara.

Jika di suatu daerah memberikan Dhammadesana, apakah ada kesulitan-kesulitan yang bhante jumpai?

Untuk di daerah-daerah Jawa, khususnya Jawa Tengah —yang sering saya kunjungi— selama ini tidak banyak kesulitan. Tetapi terkadang ada sedikit dalam penyampaian bahasa —karena memang memakai bahasa Jawa. Mereka akan lebih mengerti jika di dalam memberikan khotbah dengan memakai bahasa Jawa. Lebih senang lagi jika mereka mendapatkan buku-buku Dhamma yang berbahasa Jawa —yang memang sampai sekarang— belum begitu banyak buku-buku yang berbahasa Jawa. Ada buku yang berbahasa Jawa, tetapi ya.... terkadang terlalu sedikit untuk dibagikan atau terkadang jenis bukunya masih sama yang sudah mereka punyai. Mudah-mudahan —nanti— akan mendapatkan buku-buku yang berbahasa Jawa lebih banyak. Hal ini memang bergantung pada seseorang yang dapat menterjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa serta para donatur yang akan memberikan biaya buku tsb.

*Yach..... mudah-mudahan kitapun bisa membantu bhante.

Semoga saja dan dengan senang hati saya mendukung sekali untuk mencetak buku-buku berbahasa Jawa lebih banyak, karena yang saya ingat baru buku Dhammapada yang terjemahannya memakai bahasa Jawa dan Piwulange Sang Buddha —Ajaran Sang Buddha—red.

Mengapa mereka begitu tertarik dan senang terhadap agama Buddha?

Banyak yang mereka katakan bahwa agama Buddha adalah agama leluhur mereka —agama leluhur bangsa Indonesia— maka dari itu mereka melestarikan agama Buddha.

Sebagai akhir dari wawancara ini, mungkin ada yang ingin bhante sampaikan kepada para pembaca Buddha Cakkhu di seluruh tanah air, khususnya mengenai agama Buddha. Apa yang ingin bhante sampaikan pada mereka?

Dengan nada bercanda bhante balik bertanya: "Untuk Buddha Cakkhunya atau pembaca.....?"

Kamipun tersenyum dan menjawab dengan senang hati: Yach.... boleh untuk kedua-duanya bhante!

Harapan saya untuk Buddha Cakkhu, semoga Buddha Cakkhu akan selalu terbit ditengah-tengah pembaca. Kamipun menjawab dengan penuh yakin: Pasti bhante......!

Kepada umat Buddha di seluruh tanah air saya ingin menyampaikan bahwa kita sebagai umat Buddha sangat perlu sekali lebih mengenal, mengerti dan memahami Dhamma —ajaran Sang Buddha— dengan sungguh-sungguh. Karena dengan Dhamma ini akan bermanfaat bagi kita semua dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan Dhamma kita akan lebih hidup bersemangat dan akan menemukan kebahagiaan........***


Sumber:

BUDDHA CAKKHU No.17/XI/90; Yayasan Dhammadipa Arama.