Hidup Bahagia Dengan Dhamma |
oleh: YM Bhikkhu Girirakkhito Mahathera |
Saya
akan memberikan khotbah yang erat hubungannya dengan hari Magha Puja. Semoga ini
dapat memacu semangat dan tekad saudara untuk lebih giat meningkatkan pengamalan
terhadap agama Buddha. Apabila tadi telah dijelaskan bahwa 1250 orang Arahat
yang memiliki ca-abhinna, dengan tanpa
diundang mereka semua hadir pada suatu saat yang bersamaan untuk mendengarkan
wejangan Sang Buddha, maka saya harus menyampaikan kepada saudara-saudara bahwa
ajaran Sang Guru Agung Buddha Gautama itu betul-betul sangat tinggi, sangat
bermanfaat. Buktinya terdapat 1250 orang Arahat, dan tentu juga para Anagami,
Sakadagami, dan Sotapatti, yang tak dapat dihitung banyaknya. Mereka adalah
tergolong orang-orang yang sukses bertemu dengan agama Buddha, menghayati agama
Buddha, dan kemudian meraih hasilnya, dari apa yang bisa dicapai dalam
melaksanakan Buddha Dhamma.
Kalau diumpamakan, Buddha Dhamma atau agama Buddha itu adalah suatu universitas
yang terbuka. Dia tidak harus melalui SMP, SMA, atau Fakultas ini atau Fakultas
itu, tetapi siapa saja, yang tua, yang muda, mereka bisa belajar. Inilah yang
saya umpamakan seperti universitas Terbuka. Dan buktinya, pada zaman Sang Buddha
masih hidup, banyak sekali yang meraih sukses. Mereka bukan mendapat gelar
Doktor, Insinyur, Sarjana Hukum, atau sarjana-sarjana lainnya, tetapi gelarnya
adalah Arahat, Anagami, Sakadagami, Sotapatti. Dan kalau dibandingkan
kesempurnaan pengetahuannya dengan sarjana-sarjana yang dilahirkan pada masa
ini, saya kira kesempurnaan pengetahuannya jauh lebih hebat. Mereka yang menjadi
Arahat bisa memiliki pengetahuan yang luar biasa, bahkan bukan saja pengetahuan
duniawi tetapi sampai mampu terbang, datang ke Veluvana
Arama (Hutan Bambu), mampu menerima perintah Sang Buddha untuk hadir
tanpa diundang. Bayangkan! Bukankah ini suatu kemajuan yang puncak-puncaknya,
yang pernah dicapai oleh para siswa Buddha pada zaman-zaman lampau?
Saudara, sekarang saya berusaha untuk mengambil makna, arti, dan hakikat dari
Hari Magha Puja ini. Setelah mendengar apa yang diuncarkan tadi oleh para
bhikkhu Sangha, kita melihat bahwa yang patut kita renungkan atau resapkan
kembali, adalah:
Pertama: |
"Jangan
berbuat jahat, dan perbanyaklah kebajikan"; ini adalah termasuk moral
atau sila. |
Kedua: |
"Praktikkan
Kesabaran"; ini merupakan sarana kehidupan spritual yang sangat
bermanfaat. |
Ketiga: |
"Sucikan
hati dan pikiran". |
Bersihkan Pikiran, Jaga Pikiran, dan Bahagiakan Pikiran. Itulah yang akan saya
coba sampaikan kepada saudara-saudara saat ini. Semoga bangkit semangat kita
untuk mengamalkan Sila. Sila adalah ajaran yang sangat penting. Jangan tertipu,
jangan terpancing, atau jangan sampai diolok-olok oleh kelompok-kelompok
tertentu yang mengatakan bahwa Sila pada zaman kehidupan modern ini sudah tidak
mungkin, nonsens! Oleh karena itu ia menganjurkan boleh saja, mau main judi
silahkan, mau minum-minuman keras silahkan, mencari hostes silahkan, apa saja
bebas, tidak perlu dikekang oleh Sila. Sila itu menghambat kemajuan. Sila itu
melarang ini melarang itu, demikian kelompok-kelompok tertentu mencoba menarik
para umat yang semula keinginannya patuh pada Sila ini. Saudara-saudara, Sang
Buddha mengajarkan Sila sama sekali tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Apa yang bermanfaat bagi kesejahteraan dunia, Beliau membebaskan,
mempersilahkan, maju terus. Tetapi apa yang merusak kesejahteraan manusia itu
dilarang oleh Beliau. Apabila ada yang mengatakan Sila itu nonsens, itu tidak
mendapat tempat dalam ajaran Dhamma yang sebenarnya. Sila ini tujuannya adalah
untuk kesejahteraan seluruh umat manusia dan kesejahteraan diri sendiri. Sila
ibaratnya rambu-rambu lalu-lintas, agar tidak melanggar aturan-aturan
lalu-lintas. Demikian juga kita melakukan Sila agar tidak melanggar hukum-hukum
alam, peraturan-peraturan negara, dan peraturan-peraturan setempat. Bukankah ini
menjadikan masyarakat tertib? Camkan!
Saudara apabila kita membicarakan tentang Sila, sekedar untuk kita ingat
kembali, maka Sila itu dapat kita bagi menjadi lima, yaitu: Panca
Sila, Attha Sila, Dasa
Sila atau Dasakusala kammapatha,
Samanera Sila dan Bhikkhu Sila.
Tetapi semuanya itu dapat diringkas menajdi hanya 2, yaitu Sila orang awam, dan
Sila para Samanera dan Bhikkhu.
Namun kalau kita teliti kembali, ia hanya 3, yaitu tata tertib untuk mengatur
perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran. Dari semua Sila ini dapat pula
digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu: Sila yang masih bersifat duniawi (lokiya
Sila), dan Sila yang sudah tergolong di atas duniawi (lokuttara
Sila).
Lokiya Sila, walaupun itu sebanyak 227 yang dilakukan oleh para
bhikkhu, 117 dilakukan oleh para Samanera, 10 yang diambil oleh umat Upasaka
tertentu, 8 sila yang diambil oleh umat Upasaka tertentu dan dilakukan pada
waktu-waktu tertentu, kemudian 5 sila oleh Upasaka biasa, maka kelimanya itu,
apabila mereka masih mempunyai pandangan salah atau Sakkayaditthi
—keliru memandang alam semesta dengan segala isinya, keliru memandang diri
kita ini, yang dianggap sebagai milik kekal, kepunyaanku— maka Sila yang
dilakukannya, biarpun banyak, itu masih goyah! Kadang-kadang betul, tetapi
kadang-kadang diracuni oleh pandangan keliru sehingga menjadi salah. Jadi dengan
demikian, Sila yang tergolong lokiya atau
duniawi, tidak menjamin seratus persen untuk bisa masuk sorga atau Nibbana.
Tetapi Sila yang dilakukan oleh mereka yang sudah menghancurkan pandangan
keliru, mereka yang tergolong Sotapatti, mereka yang walaupun umat biasa tetapi
telah mencapai kehancuran Sakkayaditthi
atau pandangan keliru, mereka akan melakukan sila yang tergolong Lokuttara
Sila atau Sila di atas duniawi. Mengapa? Karena mereka telah
menghancurkan pandangan yang keliru. Bagi para Sotapatti atau orang yang sudah
menghancurkan pandangan keliru, maka "Panatipata
Veramani" bukan saja sekedar tidak membunuh makhluk hidup,
tetapi yang terpenting adalah tidak membunuh kesejahteraannya, kedamaiannya,
ketenangannya, keseimbangannya, keharmonisannya, dengan pandangan keliru.
Saudara, kalau Senjata Nuklir, Bom Atom, Bom Kimia, atau Bom Hidrogen itu
dikatakan dahsyat dan mengerikan, itu hanya bagi orang-orang awam. Saya yakin
para Arahat itu tidak akan takut kepada Bom Hidrogen. Beliau akan rela, apa
maunya, kalau itu memang sudah alamiah jatuh di Bumi kami, terima kasih. Tetapi
para Arahat, para Sotapatti itu paling takut dengan senjata sakkayaditthi,
senjata pandangan keliru atau pandangan salah, yang menganggap badan jasmani ini
milikku/kepunyaanku, yang menganggap perasaan itu milikku/kepunyaanku,
menganggap pikiran itu milikku/kepunyaanku. Ini sangat berbahaya, karena bukan
saja menghancurkan kehidupan pada saat ini, tetapi ia menyakiti kehidupan ini
dengan sangat lihai. Apalah artinya Bom Hidrogen! Mungkin hanya dalam 1 menit,
kita sudah tidak merasakan sakit apa-apa, lalu kita sudah mati. Tetapi kalau
Sakkayaditthi atau pandangan keliru ini, itulah rajanya setan, rajanya iblis,
rajanya santet, yang membuat kita menderita seumur hidup. Demikianlah ibaratnya
pandangan keliru ini, yang membuat susah kehidupan kita, tidak pernah tenang,
damai, tidak pernah selaras, tidak pernah harmoni, selalu bentrok, agitasi,
tidak puas. Maka oleh karena itu, marilah kita lebih takut, lebih ngeri kepada
Bom Sakkayaditthi daripada Bom Hidrogen.
Saudara-saudara, kalau kita belajar Dhamma, justru ke situ arah pikiran kita.
Saya lebih takut, lebih ngeri dengan Avijja atau kebodohan, saya lebih takut dan
sangat ngeri dengan pandangan keliru. Demikianlah saudara-saudara, maka untuk
mengeliminir atau menjinakkan pandangan keliru, kemelekatan, dan avijja atau
kebodohan ini, bukan dilawan dengan bom, bukan ditangkis dengan senjata anti bom
hidrogen dan sebagainya, tetapi persisnya ditangkis dengan Sila, Kesabaran, dan
Pikiran yang terjaga. Maka oleh karena itu saya bangkitkan semangat
saudara-saudara untuk melakukan Sila lagi.
Saudara jangan terseret oleh pandangan keliru bahwa kalau kita melakukan Sila,
ini tidak boleh, itu tidak boleh, jual daging tidak boleh, jual senjata tidak
boleh, jual yang bersifat racun tidak boleh, jual udang tidak boleh, ekspor sapi
tidak boleh, lalu apa yang bisa dikerjakan? Itu dianggap membuat kemunduran
total. Saudara, itu pandangan picik menurut duniawi. Tetapi pandangan Dhamma
tidak sepicik itu. Kalau saudara-saudara melakukan Sila, maka kemakmuran,
kesejahteraan, penghormatan, pujian, dan sorga akan dinikmati.
Saudara-saudara mungkin saja dalam kehidupan ini tidak meraih sukses dalam
materi; yang lain punya mobil mercy, kita hanya punya Honda roda-dua. Yang lain
punya istana, kita hanya punya rumah yang sederhana. Tetapi kalau saudara rajin
melaksanakan Sila —Atthasila, Dasasila— dengan konsekuen, dengan bersih, dan
murni, saya kira kehidupan di dalam dunia ini pun akan damai, dan istimewanya
setelah saudara meninggal, saudara akan lahir di alam sorga. Keindahan,
kemewahan, kecemerlangan, kegemerlapan di alam Dewa jauh lebih tinggi daripada
di dunia ini. Kalau saudara dilahirkan di Sorga Catummaharajika saja, saudara
bisa hidup nyaman, nikmat, jauh lebih nikmat daripada di dunia ini untuk selama
9 juta tahun. Apalah artinya kita hidup di sini untuk hanya 80 tahun. Jadi meski
saudara sekarang sederhana, setelah mati tiba-tiba menjadi satpam di Sorga
Tusita. Kalau saya, jadi satpamnya saja mau, tetapi di Sorga Tusita, tidak usah
jadi presiden; begitu ibaratnya. Kalau saudara lahir di Tusita Loka, usia
saudara 144 juta tahun, mungkin lebih. Jadi lama sekali. Itu ganjarannya. Memang
di sini kita hidup sederhana saja. Tetapi kalau kita kaya-raya namun tidak
melakukan sila, setelah selesai hidup di sini, tamatlah riwayatnya! Bukan ke
Sorga tetapi ke Neraka. Jadi tidak usah irihati kepada orang kaya-raya, tidak
usah jor-joran. Kalau saudara hanya punya modal 50 juta dan si B punya
bermilyar-milyar, jangan coba-coba saudara menandingi dia. Jangan! Nanti saudara
akan ringsek sendiri. Lebih baik doakan agar si B bisa sejaya-jayanya, sehingga
beliau bisa membantu vihara-vihara yang lain. Lebih baik begitu. Itu namanya
positif. Tetapi kalau saing-saingan, itu namanya negatif.
Apa
manfaatnya melakukan sila, dan apa jeleknya kalau tidak melakukan sila?
Manfaatnya, saudara sama sekali tidak akan dicurigai oleh siapa pun. Kalau si B
sudah kaya-raya, tetapi beliau juga melaksanakan sila, itu namanya kebajikan
yang serba multi. Orang percaya, orang tidak curiga, orang menghargai, orang
menghormati, hidupnya sejahtera, hidupnya makmur. Maka itu, lakukanlah sila
dengan sebaik-baiknya. Kalau orang melakukan sila, ia ibaratnya berhias dengan
perhiasan yang mahal-mahal, yang sesungguhnya jauh lebih tinggi nilainya
daripada perhiasan emas berlian. Perhiasan emas berlian itu hanya cocok dipakai
oleh orang-orang muda, dan harus cantik. Kalau ia memakai perhiasan yang
mahal-mahal maka sinarnya akan gemerlapan. Kalau di dalam pesta ada wanita
cantik yang pakai perhiasan yang mahal-mahal, orang semuanya kagum, melongo,
mulutnya terbuka, sampai 'buyung' atau lalat masuk ke mulutnya. Tapi kalau
perhiasan yang mahal-mahal itu dipakai oleh orang yang kulitnya hitam, tua
bangka, orang bukan melongo, tetapi meludah, "Iih, tua bangka, tidak pantas
pakai perhiasan begitu". Tetapi kalau perhiasan sila, yang tua, yang tidak
cantik, yang gemuk, yang kurus kering, kalau pakai sila, semuanya akan baik.
Maka oleh karena itu berhiaslah dengan sila. Oleh karena itu saya anjurkan
kepada anda mulai saat sekarang, setiap bulan purnama dan hari gelap bulan,
lakukan 8 sila. Bertekad tidak makan selewat pk. 12:00, pada setiap bulan
purnama dan gelap bulan. Kalau sudah maju, sudah biasa, sudah menjadi kondisi,
saudara tambah lagi, satu bulan menjadi 4 kali. Setelah itu, ditambah lagi, 1
bulan menjadi 12 kali. Terus itu dilakukan, akhirnya sudah menjadi kondisi,
seumur hidup saudara sudah bisa melakukan 8 sila. Akhirnya, "Bhante, saya
minta dicukur saja kepala saya". Tetapi kalau semuanya jadi Bhikkhu dan
bhikkhuni, saya tidak setuju, itu tidak mungkin terjadi di dunia ini. Dan kalau
mau melakukan sila yang baik, saudara tidak mutlak harus menjadi bhikkhu atau
samanera. Menjadi orang awam saja cukup, dan bisa melakukan sila dengan baik.
Hapuskan pandangan keliru, hapuskan pandangan yang percaya kepada takhayul, maka
saudara akan mampu lebih murni melakukan sila daripada bhikkhu, seperti saya
atau yang lainnya. Tapi kalau para bhikkhu sudah mempunyai pandangan yang benar,
sudah mampu menghancurkan pandangan keliru, jangan dilawan!
Demikianlah saudara-saudara tentang sila ini, tidak ada tandingannya, dan
saudara akan bisa mencapai sorga. Saya sekarang lewatkan saja anjurkan tentang
sila ini, sekarang saya akan menganjurkan tentang melatih kesabaran. "Khanti
Paramam Tapo Titikkha". Kesabaran itu adalah jalan tol bagi
orang-orang yang sudah melatih spritual. Saudara-saudara, kita masih jauh sekali
dari memiliki kesabaran. Kalau misalnya saudara harus menunggu, sudah janji,
orang tidak datang, saudara jengkel, marah; itu namanya anda tidak punya Khanti
Adhivaseti. Saudara harus punya Khanti
Adhivaseti, sabar menunggu, sabar menderita. Kalau panas, usahakan
sabar, kalau anda dingin usahakan sabar. Itu namanya Khanti
Adhivaseti. Khanti Metta,
saudara harus mengeliminir kekurangan kesabaran itu dengan Metta, cinta kasih.
Saudara harus bisa mengerem ucapan, itu namanya Khanti
Sovaca. Ucapan itu direm, sabar, sabar. Di Indonesia ada istilah
"Sabar menjadi Subur". Tetapi ada yang melanjutkan lagi “"kalau
terlalu sabar, masuk liang kubur", katanya. Itu memang ada benarnya untuk
urusan kita yang masih duniawi. Tapi kalau Dhamma, tidak begitu. Teruskan
berjuang! Sedikit demi sedikit, kita maju terus. Kemudian miliki Khanti
Akodhana, yaitu kendalikan kemarahan dengan kesabaran. Belajar juga
harus sabar.
Misalnya dalam latihan Vipassana Bhavana, kalau para siswa itu melirik ke kanan,
melirik ke kiri, "Wah, dia itu koq sudah 2 jam duduk, aku koq tidak tahan,
ah aku akan pura-pura, 3 jam bisa duduk". Jadi itu namanya tidak sabar.
"Kalau dia 2 jam, saya harus bisa 3 jam, kalau dia bisa 3 jam, saya harus
bisa 4 jam". Akhirnya ringsek sendiri. Kalau temannya bisa tidak tidur
sampai pk. 11 malam. Dia iri, dia cemburu, "Saya harus tidur jam 12
malam”". Temannya bangun pk. 4 pagi, dia harus bangun pk. 3. Itu adalah
ketidak-sabaran. Akhirnya pada siang hari seperti kelelawar, ngantuk begini.
Jadi belajar pun harus sabar. Nibbana itu tidak bisa diraih dengan semangat yang
menggebu-gebu, sebab nibbana atau kebebasan itu tidak punya kondisi. Kita tidak
tahu kapan akan tercapai. Maka itu kesabaran itu harus dipupuk.
Saudara, sekarang tentang "Sucikan hati dan pikiran". Tentang
mensucikan hati dan pikiran ini sangat penting dan paling penting. Sebab
kehidupan kita ini tergantung pada pikiran. Pikiran itulah dunia kehidupan kita.
Kalau saudara putus asa, maka dunia anda tidak menentu. Kalau saudara lesu
mental, putus pacaran, maka dunia ini tidak indah lagi, dunia ini terasa jelek.
Itulah tergantung dari pikiran saudara, begitulah keadaan dunia saudara. Maka
itu pikiran yang harus dijaga, dirawat. Menurut agama Buddha, ada ajaran yang
dinamakan Citta Samvedhi. Itu artinya
periksa pikiran. Cobalah, apakah dengan meditasi, menyepi, merenung, periksalah
pikiran, "Oh, saya masih banyak kelobhaan, saya masih sering-sering marah,
saya masih sering-sering mengkhayal —mengkhayalkan ini, mengkhayalkan itu—
saya masih punya kemelekatan, saya masih punya nafsu besar". Renungkan!
Merenungkan dan memeriksa ini sangatlah perlu. Apa saja kalau tidak ada
kontrolir, tidak ada inspektur, akan jadi kacau. Sekolah jadi ambruk kalau tidak
diperiksa-periksa. Tetapi kalau diperiksa, guru-gurunya mulai rajin. Pikiran ini
juga kalau sering diperiksa, sama seperti kalau inspektur memeriksa perusahaan,
maka ketuanya, wakilnya ketuanya, sekretarisnya akan giat, begitu. Kemudian
periksalah apakah saya pernah mempunyai pikiran-pikiran yang luhur, yang disebut
Mahagatha? Punyakah cinta kasih, punyakah
simpati, punyakah welas-asih, punyakah kesabaran, punyakah yang luhur-luhur?
Periksa! Kalau belum, kita harus rajin meningkatkannya. Setelah itu apakah
pikiran kita mempunyai konsentrasi atau tidak, bisakah pikiran ini
dikonsentrasikan atau tidak? Kemudian belajarlah dengan giat untuk itu.
Akhirnya saudara harus membahagiakan pikiran, yang dalam bahasa Pali disebut Abhidhammodhayam
Cittam: bahagiakan
pikiran saudara. Kalau sedih jangan dibiarkan sedih, kalau marah jangan
dibiarkan marah, kalau cemburu jangan dibiarkan cemburu. Bahagiakanlah pikiran
anda, bukan dengan uang, bukan dengan nonton, bukan dengan plesir, bukan dengan
pergi ke karaoke, dan lain sebagainya. Tetapi persisnya hiburlah dengan Dhamma.
Sekarang, saat mendengar uraian Dhamma ini, artinya saudara sedang menghibur
pikiran, membahagiakan pikiran dengan Dhamma. Maka sering-seringlah mendengarkan
atau membaca tentang Dhamma, agar saudara dapat membahagiakan pikiran saudara,
karena ini sangatlah perlu. Lebih-lebih kalau saudara sering melatih meditasi
atau Vipassana, di situ saudara mengkonsentrasikan pikiran, mengembangkan
pandangan terang. Konsentrasi ini adalah bahasa Palinya Sammadaham
Cittam. Tetapi mungkin saja saya boleh memberitahukan bahwa tidak
perlu duduk 6 jam, 8 jam, 10 jam, tidak seperti patung itu yang sejak duduk di
sini tidak pernah bergerak-gerak sampai sekarang. Jadi saudara tidak perlu
begitu. Cukup kalau saudara-saudara mencapai Samahito:
pikiran tetap tenang, tidak goyah; Parisudho:
pikiran bersih tanpa noda; dan pikiran dalan keadaan Kammaniyo: aktif, waspada, siap siaga, tidak malas.
Jadi
kalau saudara sudah mampu memiliki pikiran yang stabil, tidak goyah, bersih,
murni, siap siaga, itulah namanya pikiran yang gentle (halus, lembut —Red.),
pikiran yang Mudhu. Pikiran yang gentle
inilah yang kita perlukan, karena pikiran yang gentle ini siap untuk belajar
Dhamma, siap untuk menyelidiki Anicca, Dukkha,
Anatta, Sunyata, Tathata, Paticcasamuppada. Tapi kalau pikiran keruh,
pikiran sedih, pikiran kesal, pikiran linglung, dia tidak mampu.
Saudara-saudara, kalau saya boleh mengambil perumpamaan dalam istilah modern,
kita ini berusaha untuk menjaga batin, menyehatkan batin, maka itu istilah
modernnya disebut Mental Higieny. Jadi menjaga jangan sampai pikiran itu kena
penyakit, tetapi sehat, normal. Sebab kalau tidak normal, kalau sampai gila,
kalau pikiran goyah, bisa berpengaruh pada badan kita sendiri. Mungkin daya
tahan terhadap infeksi dan penyakit itu sangat kurang. Begitulah, maka jagalah
pikiran. Setelah saudara memiliki konsentrasi yang baik maka sekarang renungkan
Anicca, Dukkha, Anatta. Pengertian akan Anicca, Dukkha, dan Anatta ini ampuh
luar biasa. Ia sanggup melemahkan dan menghancurkan kemelekatan. Di situ letak
rahasianya. Bukan Dewa Brahma dari langit yang akan mengeliminir kemelekatan dan
nafsu kita, bukan! Bukan dengan berdoa: "Arahat, Arahat, Arahat"
seribu kali satu hari, tidak! Bukan dengan menyebut: "Nibbana, Nibbana,
Nibbana" seribu kali satu hari; tidak! Tetapi persisnya datang dari usaha
sendiri. Membangkitkan kebijaksanaan, pengertian terang, jelas dan komplit
tentang Anicca, Dukkha, Anatta, Sunyata, Tathata,
Paticcasamuppada inilah
yang mampu mengeliminir kemelekatan, nafsu, kebodohan. Apabila sudah mampu
memiliki pengertian tentang Anicca, Dukkha, Anatta secara komplit maka saudara
boleh meningkat. Pasti ada keinginan nafsu yang dapat dieliminir sedikit demi
sedikit. Maka saudara sudah mengkerut, mundur dari nafsu menyergap apa yang
diinginkan. Inilah permulaan dari Viraga.
Saudara harus merenungkan viraga ini. Namanya Viraga
Nupassi. "Oh, saya sudah dapat menghentikan merokok", nah
itu sudha viraga dari rokok. "Oh, saya sudah dapat berhenti main
judi", nah itulah viraga dari main judi. "Oh, saya sudah bisa berhenti
keluyuran", nah itu namanya sudah viraga dari keluyuran. "Oh, saya
sudah bisa berhenti dari sikap yang boros", itu sudah viraga dari boros.
Renungkan viraga itu, manfaatnya, kegunaannya, faedahnya; akhirnya saudara boleh
merasa bahagia, saudara akan maju setapak lagi sampai pada tingkat Nirodha
Nupassi. Nirodha Nupassi artinya sudah berhenti. Sekarang walaupun
ada yang main judi di sebelah anda, walaupun dulu anda penjudi, anda
acuh-tak-acuh saja, tidak mampir. Tapi kalau masih ada niat mampir dan ikut
main, itu kambuh lagi namanya. Tetapi walaupun sekarang di samping saudara ada
orang main judi, saudara tidak hirau, nah itu namanya Nirodha, berhenti. Kalau
Nirodha ini sudah matang, saudara boleh meneruskan dengan apa yang dinamakan Patinissaga
Viraga Nupassi, artinya saudara sekarang sudah betul-betul melepaskan
beban.
Ada
cerita kiasan yang sering saya sampaikan kepada siswa-siswa vipassana. Sang
Buddha sendiri tersenyum ketika Beliau mencapai penerangan sempurna. Beliau
berpikir, dulu aku ini pencuri, perampok. Kenapa begitu saudara-saudara? Karena
siapapun yang menganggap bahwa rumah sebagai miliknya, istri sebagai miliknya,
anak sebagai miliknya, mobil sebagai miliknya, itu namanya pencuri. Sebab semua
itu adalah milik alam, tidak bisa dimiliki untuk seterusnya, nonsens. Pada suatu
saat, mobil atau rumah akan berubah atau dijual lalu diganti dengan yang lain,
atau ditinggal mati. Jadi bukan milik. Apa saja di dunia ini hanyalah hak pakai.
Kalau punya istri, itu hak untuk kumpul hidup, bukan "kumpul kebo",
tapi hak untuk hidup. Toh nanti akan cerai, pada waktu mati. Semuanya hak pakai,
hak guna usaha. Semuanya milik alam. Tidak ada milikku —anatta.
Ingat sama "Anatta, Anatta, Anatta". Jadi sekarang lakukan kewajiban
dengan baik, supaya dapat nama baik untuk kelak, kita siap untuk bye bye dengan
segala sesuatu yang pernah kita miliki dan pernah kita ajak berkumpul atau
pernah menjadi hak pakai dan hak guna usaha kita. Kita akan siap melambaikan
tangan "bye-bye, farewell, selamat berpisah". Itulah kebijaksanaan,
itulah Wisdom.
Jadilah umat Buddha yang dewasa. Tidak seperti sekarang ini, masih cengeng,
masih kanak-kanak; sedikit-sedikit tersinggung, sedikit-sedikit salah terima,
sedikit-sedikit cekcok, sedikit-sedikit marah, dll.
Saya
menganjurkan kepada saudara-saudara, kita harus kenal diri sendiri; siapa umat
Buddha itu, apa umat Buddha itu, sampai di mana umat Buddha itu. Kita harus
mengenal kelemahannya, kekurangan disiplinnya, mungkin protokulernya jelek dan
sebagainya. Maklum itu kita punya, kita akan perbaiki.
Sekali lagi saya sampaikan kepada saudara-saudara, ambillah hikmah dari
peringatan hari Magha Puja ini, yaitu meningkatkan sila, meningkatkan kesabaran,
dan meningkatkan usaha untuk membersihkan, menjaga, dan merawat pikiran.
Akhirnya, saya ucapkan selamat merayakan hari Magha Puja.***
Sumber: |
Mutiara Dhamma X, Ir. Lindawati T. (Editor) |