Dhamma Melindungi Mereka Yang Mempraktekkan Dhamma

oleh: Ven. Phra Ajahn Yantra Amaro

Judul Asli: NOBLE TREASURE, Phra Ajahn Yantra Amaro Bhikkhu, Dhammaleela Foundation, Bangkok, Thailand, 1992.

"Dhammam care sukham seti. Dhammo have rakkhati dhammacarim ti".

        Yang terkasih para guru, para bhikkhu, samanera, dan semua sahabat dalam Dhamma. Topik khotbah saya kali ini adalah seperti yang telah saya sebutkan di atas: "Dhammam care sukham seti. Dhammo have rakkhati dhammacarim". Ini berarti: "Siapa pun yang mempraktekkan Dhamma, akan berbahagia. Dhamma melindungi mereka yang mempraktekkan Dhamma". Mereka akan terlindung dari kejahatan di dunia ini, dari tindakan, ucapan, dan pikiran jahat; dan pikiran mereka akan berada pada kondisi yang lebih baik. Ketika Dhamma ada dalam batin anda, pikiran anda, jasmani, ucapan, dan perbuatan anda tidak akan salah, melainkan anda akan berkata-kata yang benar dan menyenangkan.

        Bila anda melakukan hal yang baik dan benar, berpikir dan berucap yang benar dan menyenangkan, anda akan membuat diri anda sendiri bahagia. Anda memperoleh kebahagiaan pada saat itu juga. Bila kita mempunyai perhatian yang baik, batin kita telah berbuat baik (kusala), penuh kesadaran (sati), dan kebijaksanaan (panna). Pikiran kita tertuntun menuju pengetahuan dan pengertian terhadap sifat alamiah dari dhamma (semua fenomena), dengan demikian dapat mengerti orang lain atau kejadian-kejadian. Kita akan berpikir tentang Dhamma, dan menanamkan Dhamma di dalam diri makin banyak. Kita akan lebih memperhatikan kegunaan dari benda-benda. Orang bijaksana tahu apa yang bermanfaat, dan tak melakukan hal yang tak bermanfaat. Mereka juga tahu apa yang berbahaya atau yang dapat menyebabkan kejahatan (papa), kerugian, atau bahaya. Cobalah anda berusaha untuk menghindari hal-hal tak berguna itu. Setelah anda melihat Sang Jalan, mulailah untuk mengendalikan diri. Janganlah melakukan hal-hal yang menyebabkan penderitaan atau kejahatan. Cobalah hentikan bersikap tidak sopan, kasar, atau tidak menyenangkan. Singkirkanlah pikiran-pikiran serakah, iri-hati, menyalahgunakan kekuasaan. Maka anda tidak akan lagi menjadi marah atau benci, meskipun ada orang yang tidak sopan kepada anda atau berkata yang kasar. Ini disebut penghindaran dari balas dendam.

        Dua hal penting lainnya adalah hindarkan perbuatan menindas orang lain dan berpandangan salah. Ini disebut avijja (ketidak-tahuan) atau salah pandangan yang timbul dari khayalan. Anda harus mencoba dan mengerti apa yang anda ucapkan dan perbuat, jika anda ingin hasil yang baik. Berusahalah untuk mengerti tentang kenyataan/sifat alamiah dari segala sesuatu (dhamma); yakni segala sesuatu adalah tidak pasti. Janganlah melekat kuat-kuat kepada benda-benda, dan ubahlah pandangan salah anda menjadi pandangan benar. Benda-benda yang kelihatan padat dan nyata, seperti misalnya diri kita ini dan apa yang kita miliki; mereka hanyalah benda yang berkondisi dan bersifat sementara. Mereka selalu berubah, jadi janganlah terlalu melekat kepada mereka. Sesungguhnyalah kita tidak seharusnya melekat kepada mereka; seperti yang Sang Buddha katakan, "Sabbe dhamma nalam abhinivesaya", artinya jangan melekat kepada semua dhamma atau semua hal. Ia akan berakhir, sama seperti benda-benda lainnya, seperti manusia, benda-benda, dan kejadian-kejadian, yang tidak semestinya kita lekati. Kita mesti melatih pikiran kita sepanjang waktu dengan berbuat baik dan dengan melakukan tugas-tugas kita sebaik mungkin. Jauhkan pikiran anda dari ide-ide yang salah, bahwa semua yang terjadi adalah karena sudah takdir atau nasib, bahwa tak ada yang namanya punna (kebajikan) ataupun papa (kejahatan). Orang berbuat baik kadang-kadang memperoleh hasil buruk, dan berbuat jahat berakibat baik. Akan lebih celaka lagi kalau seseorang menganggap bahwa keberuntungan bisa didapatkan pada saat baik tertentu, saat dimana orang jahat, yang menipu, dapat menjadi kaya dan disanjung-sanjung di masyarakat. Orang-orang seperti ini memiliki pandangan keliru (micchaditthi). Pada saat-saat tertentu, rupanya karma buruk mereka belum tiba, dan kekuatan karma baik mereka mengatasi kejahatannya. Seperti kata pepatah: "Bila masih banyak menyimpan jasa kebajikan, kejahatan tak dapat melukaimu". Orang jahat tidak mengetahui hal ini, sehingga tetap melakukan dan menikmati kejahatan. Tetapi jika karma burukya berbuah, ia akan menderita dengan hebat.

        Kadang-kadang seseorang melakukan perbuatan baik, namun mendapat hasil yang buruk dan menemui banyak masalah, sehingga ia menjadi ragu, "Mengapa?" Itu karena karma buruk yang lampau lebih kuat daripada karma baiknya sekarang, sehingga menguasai karma baik yang diperbuat sekarang. Tetapi akibat yang sesuai pasti akan datang kemudian. Seperti seorang pemburu kejam yang mengejar, menangkap, dan merobek mangsanya, begitu pula karma buruk yang dilakukan di waktu lampau dapat mengatasi karma baik saat sekarang. Jadi jika anda telah melakukan perbuatan jahat dan orang itu masih sangat marah kepada anda, perbuatan baik anda di kemudian hari akan sulit/tak mampu mengatasi kejahatan anda, dan anda akan tetap dihukum. Dalam term hukum, seorang kriminal, misalnya pencuri atau pecandu harus dipenjara dan baru akan dibebaskan kemudian, meskipun orang tersebut menyadari kesalahannya dan insyaf, mereka tetap harus masuk penjara. Kelakuan para tahanan diperhatikan, dan jika mereka berkelakuan baik, maka masa tahanannya akan dikurangi. Jadi untuk melakukan hal yang baik, seseorang harus sabar dan mengerti bagaimana bekerjanya hukum karma.

        Sang Buddha berkata, "Kammuna vattati loko", artinya "Dunia/alam binatang adalah sesuai atau tergantung dari karma mereka sendiri". Kekuatan dari karma tergantung kepada seberapa baik dan buruknya sesuatu. Kammalikhit (proyeksi karma) dan Agama Buddha mengajarkan kita tentang kammaniyom (pilihan karma). Oleh karena itu kita semua harus mempraktekkan perbuatan baik. Agama Buddha percaya bahwa tak ada sesuatu pun yang terjadi dengan sendirinya, tak ada istilah seperti, "Itu terjadi secara kebetulan", atau "Itu terjadi begitu saja". Segala sesuatu muncul dari pikiran kita, dari ucapan, dan perbuatan. Meskipun kadang-kadang hal ini sangat komplek, sabarlah dan lakukanlah hanya perbuatan baik. Sang Buddha berkata bahwa karma adalah sangat sulit untuk dimengerti. Bahkan seorang arahat sekalipun tidak dapat mengetahuinya sejelas yang diketahui oleh Sang Buddha. Karma adalah hal yang sangat komplek, luas, dan rumit, dan sulit untuk dimengerti. Namun demikian kita harus mempunyai keyakinan untuk hanya melakukan yang baik. Usahakan dan lakukan hal yang baik tanpa memikirkan/mengharapkan hasilnya baik, karena perbuatan baik memberikan hasil yang baik pada saat itu juga serta di masa mendatang. Bila kita hanya berpikir untuk berbuat baik, kita telah merasa bahagia/baik. Bila kita berbuat baik, cobalah jangan memikirkan hasilnya yang akan kita terima. Hanya berbuat baik, dan hasilnya akan mengikuti dan memberikan kegembiraan dan kebahagiaan kepada kita.

        Bila kita mengerti Dhamma, kita akan menyadari bahwa tak ada satu pun yang pasti, segala sesuatu adalah bersifat sementara. Bila kita merenungkan dan melihat pada kenyataan, serta mempraktekkan Dhamma, maka kita akan mampu bebas dari kemelekatan. Kita akan ingin meninggalkan hal-hal yang tak berguna lainnya, yang biasanya kita melekat padanya dan yang menyebabkan problem bagi kita; serta juga akan mencoba untuk mengendalikan diri kita sendiri. Sesungguhnya, segala sesuatu adalah tidak pasti dan berubah terus-menerus. Anda harus memeriksa hal ini berkali-kali sampai anda tenang dan damai, dan kemudian mampu untuk lepaskan —ini adalah sangat penting. Pada saat yang sama, usahakan dan lakukan tugas-tugas kita dengan baik —para suami melakukan tugasnya sebagai seorang suami, para istri dengan tugasnya, para orang tua dengan tugasnya. Tapi jangan melekat kepada siapapun terlalu kuat.

        Dengan memperhatikan keluarga, ingat, kita menyokongnya, tapi jangan memiliki/menguasai mereka. Kita tidak seharusnya menjadi terlalu terlibat/tergantung dengan keluarga. Para suami jangan memiliki (dalam arti melekat —Red.) kepada istrinya, demikian pula sebaliknya. Saudara laki-laki dan saudara perempuan jangan memiliki/melekat satu sama lainnya. Kita tidak dapat memaksa kepada mereka, tapi kita harus melakukan tugas kita kepada mereka sebaik mungkin. Jika kita dapat memiliki (dalam pengertian Dhamma —Red.) diri/jasmani kita sendiri, kita akan sanggup menyuruh apa yang harus dilakukan, untuk tidak merasa sakit, tidak merasa lelah atau lemah, dan sebagainya.

        Sang Buddha telah mengatakan bahwa benda-benda berubah setiap saat. Jadi, pikiran kita dapat berubah dari kebimbangan, kelemahan, dan kecemasan, untuk menjadi kuat dan penuh percaya diri, dan kita akan merasa jauh lebih bahagia.

        Cobalah berusaha dan mengalami hal itu oleh dirimu sendiri. Jika seseorang mengganggumu, tetaplah berkepala dingin, tenang, gembira, dan penuh cinta kasih. Lihatlah benda-benda seperti apa adanya. Latihlah dirimu untuk bisa senang dan gembira, untuk menyadari dan mengetahui kenyataan benda-benda alam, dengan demikian, anda dapat melakukan hal itu dengan otomatis. Pergunakanlah semangat dan usaha keras untuk melatih dirimu sendiri, serta berusaha mengembangkan dan melakukan perbuatan baik dengan sempurna (parami) dalam Dhamma. Bersikaplah murah hati dan ringan tangan kepada setiap orang, dan selalu tambahkan kebajikan anda.

        Jika anda membuat orang lain bahagia, anda akan menerima kebahagiaan yang sama sebagai balasannya. Jika saja di dunia ini tak seorang pun yang menyakiti satu sama lain, —maka tak peduli apakah mata anda dibuka atau ditutup—, kita akan melihat dengan jelas betapa akan menyenangkan tinggal/hidup di dunia ini. Jika kita dapat bersikap yang baik dan suka menolong orang lain dengan cinta kasih dan penuh persahabatan, maka setiap orang akan merasa bahagia. Lebih daripada itu, janganlah menggenggam atau melekat terlalu kuat kepada segala sesuatu, tapi lihatlah benda-benda sebagaimana mereka adanya. Renungkanlah di dalam pikiran anda bahwa setiap benda adalah tidak tetap (anicca), tidak stabil, tidak pasti, bersifat sementara. Apapun bisa saja terjadi, dan biarlah itu terjadi —itu adalah "kedemikianan". Teruskanlah berpikir seperti ini sampai anda dapat melepas. Berusahalah untuk mengerti dan memeriksa berkali-kali tentang kebenaran dari corak ketanpa-dirian (tanpa-aku; anatta). Tak ada satu pun yang pasti atau kekal, dan semua adalah tanpa-diri. Sebelum kita memiliki, kita belum memiliki, sebelum kita ada, kita tidak ada; kepunyaan dan keberadaan itu datang belakangan. Segala sesuatu adalah hanya untuk sementara dapat kita nikmati; hanya itu.

        Ketika anda sadar atau mencapai penyadaran, ini berarti anda mengerti Dhamma, namun berada pada tingkat yang mana, itu tergantung pada diri anda msing-masing. Sebagian orang dapat melihat dengan jelas semua hal, seperti misalnya: makan, nafsu, kemshyuran, dan diri mereka sendiri. Orang-orang ini memiliki batin yang terang, jernih, dan tenang; dan mereka bahagia menggenggam kuat-kuat kepada jasmani mereka, sebagai "Ini adalah saya —jasmani kokoh saya". Pikiran tidak lagi melekat kepada jasmani yang padat ini.

        Ketika kita sedang dalam suasana hati yang baik, kita tak ambil perduli terhadap ucapan orang lain, sama seperti kita tidak merasa terganggu bila ada cahaya kilat di langit. Tapi jika kita melekat terlalu kuat kepada diri kita, kepada badan jasmani kita, kita merasa terluka bila disalahkan atau dikritik/dicela. Sama seperti ombak di lautan, yang terjadi secara alamiah sepanjang waktu. Penduduk di atas pulau atau di kapal tidak takut kepada mereka, karena hal itu adalah kejadian yang alamiah. Ombak dan angin adalah gangguan/kejadian alamiah —gangguan adalah bagian dari alam yang wajar.

        Marilah kita berlatih Dhamma lebih tekun, tanpa ada keragu-raguan, dan kita akan lebih dekat dengan Sang Buddha. Sang Buddha pernah berkata, "Yo dhammam passati so mam passati", artinya: "Dia yang melihat arti dari Dhamma, akan melihat Saya, Seorang Yang Maha Sempurna (Tathagata)". Adalah Dhamma dan hanya Dhamma yang membuat munculnya Buddha Yang Mencapai Pencerahan Maha Sempurna. Aspek Dhamma yang menuntun-Nya ke Pencerahan Sempurna adalah Empat Kesunyataan Mulia. Dengan pengetahuan bahwa segala sesuatu adalah tidak pasti, ia mengusir dari dalam dirinya kegelapan (avijja), nafsu keinginan (tanha), dan kemelekatan (upadana), sampai ia bebas dari segalanya. Batinnya menjadi kuat, terang, dan bersih, dan ia melihat segala sesuatunya sebagaimana mereka adanya.

        Sang Buddha mengetahui Sang Dhamma, dan telah bebas dari penderitaan. Dengan alasan ini kita harus mengingat dan mempraktekkan Dhamma semampu kita, dan mengikuti contoh dari Sang Buddha dengan memiliki konsentrasi (samadhi), kelakuan bermoral (sila), dan kebijaksanaan (panna).

Lakukanlah perbuatan dana, sila, dan samadhi setiap hari,
Janganlah lupa, dan lakukanlah terus hingga banyak,
Sehingga kita dapat mengikuti Jalan Sang Buddha
Untuk memperoleh hidup yang tenang dan bahagia.
Berlatihlah dengan keras dan janganlah lemah,
Hingga pikiranmu menjadi kuat, dan memeriksa
Untuk mengetahui kesunyataan tentang sebab dan akibat.
Periksalah Dhamma, dalam setiap aspeknya,
Sehingga kebenaran, seperti sebuah taman, dapat muncul.
Buatlah pikiran anda dapat mengatasi kesakitan dan kesukaan,
Arahkanlah dengan rajin menuju penerangan.
Kebijaksanaan akan menghapus penderitaan kita;
Dan memberikan kita kebahagiaan sejati.
Hidup atau mati, tetaplah lakukan perbuatan baik,
Kita tak akan menderita lebih lama lagi, tapi mencapai kebahagiaan.

        Bila kita menderita, perbuatan baik yang telah kita lakukan akan mengurangi penderitaan dan problem kita, dan menjadi kekuatan untuk menahan penderitaan. "Siapa yang pernah mengalami penderitaan akan mengerti Dhamma. Siapa yang tidak mengerti penderitaan tidak akan mengerti Dhamma". Kebahagiaan duniawi tak lain adalah bentuk penderitaan, karena mereka tidak kekal. Kebahagiaan dari bentuk/rupa, bebauan, rasa kecapan, makanan, sex, kemashyuran, kekayaan, penghormatan, pujian, dan sebagainya, adalah kesenangan duniawi yang singkat, tidak kekal. Sang Buddha menyarankan kita untuk mencari sesuatu yang lebih baik/berharga sebelum kita mati, yaitu Nibbana, suatu keadaan batin yang damai, di mana ketamakan, kebencian, kegelapan batin, dan semua kekotoran batin lenyap.

        Kekotoran batin (kilesa) muncul hanya di dalam batin. Jadi, berusahalah mengusir mereka dari dalam dirimu dan anda akan merasa lebih bahagia dan bijaksana. Kesusahan dan masalah anda akan berkurang. "Dengan dapat menaklukkan diri sendiri merupakan kemenangan yang gemilang". Setiap saat bila anda menyadari kebenaran, batin anda akan meningkat setahap. Lepaskan sedikit demi sedikit setiap waktu, seperti kita mencukur rambut —lepaskan, lepaskan, dan pada akhirnya semuanya akan dilepaskan. Mencukur rambut tidak cukup hanya sekali, anda harus melakukannya banyak kali. Rahib Buddha melakukan hal itu dengan "mencukur semua rambut", dan ini berarti "melepaskan kecantikan, jasmani, dan penampilan". Tapi umumnya kita tidak dapat melepas, sebaliknya kita berdandan berlebihan, —ketika rambut sudah memutih kita mengecatnya hitam lagi, itu hanya membodohi diri sendiri. Ketika rambut putih telah muncul, sebagian orang menjadi sedih. Terimalah hal itu sebagai hal yang wajar. Tapi sulit, kita sulit dapat menerima hal itu, tapi sebaliknya menutupi hal itu. Sebagian orang pergi melakukan bedah plastik untuk mengangkat kulit agar kembali kencang. Tapi meskipun di luar nampaknya kencang, tapi di dalam tetap kendor. Kita tak lagi kuat dan hebat karena kita tak dapat menghindar dari usia tua, penyakit, dan kematian. Ini adalah hukum alam yang tak seorang pun dapat hindari. Jadi cobalah untuk dapat menerima hal ini, lakukan tugas kita dengan baik, dan perbuatan-perbuatan baik.

        Ingatlah akan kata-kata: "Dhammam care sukham seti. Dhammo have rakkhati dhammacarim", yakni siapa pun yang mempraktekkan Dhamma akan merasa bahagia; Dhamma melindungi mereka yang mempraktekkan Dhamma. Ia akan melindungi anda baik secara lahir maupun batin. Bila kita baik, kebaikan kita akan melindungi kita. Bila orang baik disalahkan, selalu akan ada orang yang akan melindunginya. Janganlah berkata yang buruk terhadap orang yang baik, karena anda akan menerima karma yang buruk. Jangan pernah kita mencela kepada seorang bhikkhu. Jika anda mencela seorang bhikkhu yang benar-benar suci dan baik hati, maka akibat karma buruk yang akan diterima akan jauh lebih berat daripada bila anda mengkritik orang baisa.

        Kita harus mencoba untuk selalu hanya berkata yang baik, dan menjauhi hal-hal yang buruk. Mereka yang sering berkata dan berdiskusi tentang hal yang baik, akan memiliki kesempatan baik, sedangkan mereka yang berkata tentang hal yang buruk, sama seperti memegang sampah dan kotoran/faeces, yang akan terkena bau busuk dan kotoran lebih dulu. Bila kita berbicara tidak baik mengenai orang lain, pikiran kita merasa buruk dan tidak gembira. Pernahkah anda memperhatikan hal ini? Bila kita mengatakan sesuatu yang baik, pikiran kita merasa baik pula. Di mana pun anda, berkata, berbuat, dan berpikirlah yang baik. Siapapun anda, ucapkanlah hanya hal-hal yang baik, dan jauhkan/buanglah cerita-cerita yang buruk, gosip, nonsens, dan percakapan yang dangkal dan sepele. Mulai sekarang, kita akan berucap hanya yang baik dan berbicara tentang hal yang indah. Ini akan menumbuhkan sifat baik kita. Orang yang telah berpengalaman percaya bahwa orang-orang suci yang nampak akan memberkati mereka yang selalu melakukan kebaikan.

        Aturlah pikiran anda untuk berbuat kebaikan. Apapun yang anda katakan akan menjadi bumerang bagi anda, kembali masuk ke telinga anda. Jika kita berkata kasar, siapa pun yang mendengarnya pertama kali adalah orang yang terganggu pertama, dan ia adalah diri sendiri. Itu sama seperti ombak di bawah laut yag kemudian akan muncul. Bila kita berkata yang menyenangkan, kita akan mendengar suara kita sendiri, dan itu sungguh menyenangkan; tapi bila kita berkata tentang sesuatu dengan keras dan kasar, maka itulah yang kita dengar. Coba kita ukur jarak antara mulut dan telinga, itu tidak lebih dari panjang telapak tangan kita. Jadi bila kita menyumpah/memaki seseorang, telinga siapa yang akan mendengar lebih dulu kata-kata itu? Jika seseorang berucap yang benar-benar jelek dan kasar, maka itu pulalah yang akan diterimanya sebagai balasannya. Kita harus menjauhi perkataan yang buruk, dan bicaralah tentang hal-hal yang baik. Meskipun kita tahu tentang kejelekan orang lain, kita tidak perlu menyebut/mengucapkannya. Lebih baik pancarkan cinta-kasih dan maafkan, lalu lupakan.

        Kita harus melihat pada diri sendiri, memperbaiki dan membetulkan kekurangan-kekurangan kita, bagaimanapun bentuknya. Untuk orang lain, karena kita tak dapat membetulkan mereka, kita mesti berusaha menolong mereka dengan cinta kasih, pikiran yang murni, dan dengan kebijaksanaan. Katakan pada dirimu sendiri, orang ini memiliki kondisi yang demikian buruknya, apa yang dapat saya lakukan untuk dia? Jika kita tak dapat melakukan apapun, kita harus tetap tenang dan diam, itulah yang terbaik. Kadang-kadang kita menang bila kita diam, dan kalah bila bicara.

        Orang bijaksana berkata, "Dengan berbicara anda mungkin mendapat 10 sen, tapi dengan diam anda mendapat satu dolar". Anda mungkin akan mendapat sedikit dengan berbicara, tapi dengan diam anda akan mendapat lebih banyak. Dengan dapat diam kadang-kadang akan memberikan hasil yang lebih baik; meskipun kadang-kadang kita juga harus mengatakan sesuatu.

        Akhirnya, hanya inilah yang ingin saya sampaikan.***


Sumber:

Mutiara Dhamma IV, Ir. Lindawati T. (editor), pt. Indografika Utama, Denpasar-Bali, 1993